Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat datang, selamat bergabung lek blog sederhane niki. Blog niki tiang peruntukkan untuk selapuk pade batur-batur sak demen buka internet, macem-macem topik leman macem-macem sumber tiang rencanaang terbit lek blog niki. Silak te betukar pemikiran, aden sak bermanfaat aden sak bau menghibur aden sak solah jarin, terakhir dengan ucapan "Bismillahirrahmanirrahim" ngiring nikmati blog niki. Salam hangat..
Kamis, 27 Mei 2010
SEKEDAR RENUNGAN BERSAMA
Manusia BISA BAHAGIA bila ia mau membuka mata hati. Untuk menyadari, betapa ia dicintai.
Manusia BISA BAHAGIA, bila ia mau membuka diri. Agar orang lain bisa mencintainya dengan tulus.
Manusia TIDAK BAHAGIA karena tidak mau membuka hati, berusaha meraih yang tidak dapat diraih, memaksa untuk mendapatkan segala yang diinginkan, tidak mau menerima dan mensyukuri yang ada.
Manusia BUTA, karena egois dan hanya memikirkan diri, tidak sadar bahwa ia begitu dicintai, tidak sadar bahwa saat ini, apa yang ada adalah baik, selalu berusaha meraih lebih, dan tidak mau sadar karena serakah.
Ada teman yang begitu MENCINTAI, namun TIDAK DIINDAHKAN, karena memilih, menilai dan MENGHAKIMI SENDIRI.
MEMILIH TEMAN dan mencari-cari, padahal di depan mata ada teman yang sejati.
Telah memiliki segala yang terbaik, namun SERAKAH, INGIN dirinya yang paling DIPERHATIKAN, paling DISAYANG, selalu menjadi PUSAT PERHATIAN, selalu DINOMORSATUKAN.
Padahal, semua manusia memiliki PERANAN, HEBAT dan NOMOR SATU dalam satu hal, belum tentu dalam hal lain, DICINTAI oleh satu orang belum tentu oleh orang lain.
KEBAHAGIAAN bersumber dari dalam diri sendiri, jikalau BERHARAP dari ORANG LAIN, siaplah ditinggalkan, siaplah dikhianati.
Kita akan BAHAGIA bila bisa MENERIMA DIRI APA ADANYA, mencintai dan menghargai diri sendiri, mau mencintai orang lain, dan mau menerima orang lain.
CERITA CINTA
Tapi kalau dibiarkan terbang, dia akan datang...
disaat kamu tidak mengharapkannya...
Cinta dapat membuatmu bahagia tapi sering juga bikin sedih...
Tapi cinta baru berharga kalau diberikan kepada seseorang yang menghargainya...
Jadi jangan terburu-buru dan pilih yang terbaik...
Cinta bukan bagaimana menjadi pasangan yang "sempurna" bagi seseorang...
Tapi bagaimana menemukan seseorang yang dapat membantumu menjadi dirimu sendiri...
Jangan pernah bilang "I love you" kalau kamu tidak perduli...
Jangan pernah membicarakan perasaan yang tidak pernah ada...
Jangan pernah menyentuh hidup seseorang kalau hal itu akan menghancurkan hatinya...
Jangan pernah menatap matanya kalau semua yang kamu lakukan hanya dusta...
Hal paling kejam yang seseorang lakukan kepada orang lain adalah membiarkannya jatuh cinta,
Sementara kamu tidak berniat untuk merangkulnya...
Cinta bukan "Ini salah kamu", tapi "Ma'afkan aku".
Cinta bukan "Kamu dimana sih?", tapi "Aku disini".
Cinta bukan "Gimana sih kamu?", tapi "Aku ngerti kok".
Cinta bukan "Coba kamu gak kayak gini", tapi "Aku cinta kamu seperti kamu apa adanya".
Kompatibilitas yang paling benar bukan diukur
Berdasarkan berapa lama kalian sudah bersama...
Maupun berapa sering kalian bersama...
Tapi apakah selama kalian bersama...
Kalian selalu saling mengisi satu sama lain dan saling membuat hidup yang berkualitas...
Kesedihan dan kerinduan hanya terasa selama yang kamu inginkan dan menyayat sedalam yang kamu ijinkan...
Yang berat bukan bagaimana caranya menanggulangi kesedihan dan kerinduan itu, tapi bagaimana belajar darinya...
Caranya jatuh cinta:
Jatuh tapi jangan terhuyung-huyung,,,
Konsisten tapi jangan memaksa,,,
Berbagi dan jangan bersikap tidak adil,,,
Mengerti dan cobalah untuk tidak banyak menuntut,,,
Sedih tapi jangan pernah simpan kesedihan itu,,,
Memang sakit melihat orang yang kamu cintai sedang berbahagia dengan orang lain,,,
Tapi lebih sakit lagi kalau orang yang kamu cintai itu tidak berbahagia bersama kamu,,,
Cinta akan menyakitkan ketika kamu berpisah dengan seseorang,,,
Lebih menyakitkan apabila kamu dilupakan oleh kekasihmu,,,
Tapi cinta akan lebih menyakitkan lagi apabila seseorang yang kamu sayangi tidak tahu apa
yang sesungguhnya kamu rasakan,,,
Yang paling menyedihkan dalam hidup adalah menemukan seseorang dan jatuh cinta,
hanya untuk menemukan bahwa dia bukan untuk kamu dan kamu sudah menghabiskan banyak waktu untuk orang yang tidak pernah menghargainya.
Kalau dia tidak "worth it" sekarang, dia tidak akan pernah "worth it" setahun lagi ataupun 10 tahun
(Sumber: Fitry)
Perjalanan Seekor Burung Pipit
Ketika musim kemarau baru saja mulai, seekor Burung Pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, lalu mengumpat pada lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat. Dia lalu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke utara yang konon kabarnya, udara disana selalu dingin dan sejuk.
Benar, pelan-pelan dia merasakan kesejukan udara, makin ke utara makin sejuk, dia semakin bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi. Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel salju, makin lama makin tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena tubuhnya terbungkus salju. Sampai ke tanah, salju yang menempel di sayapnya justru bertambah tebal. Si Burung pipit tak mampu berbuat apa apa, menyangka bahwa riwayatnya telah tamat.
Dia merintih menyesali nasibnya. Mendengar suara rintihan, seekor Kerbau yang kebetulan lewat datang menghampirinya. Namun si burung kecewa mengapa yang datang hanya seekor Kerbau, dia menghardik si Kerbau agar menjauh dan mengatakan bahwa makhluk yang tolol tak mungkin mampu berbuat sesuatu untuk menolongnya.
Si Kerbau tidak banyak bicara, dia hanya berdiri, kemudian kencing tepat diatas burung tersebut. Si Burung Pipit semakin marah dan memaki-maki si Kerbau. Lagi-lagi si Kerbau tidak bicara, dia maju satu langkah lagi, dan
mengeluarkan kotoran ke atas tubuh si burung. Seketika itu si Burung tidak dapat bicara karena tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira lagi bahwa dia akan mati karena tak bisa bernapas.
Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan, salju yang membeku pada bulunya pelan-pelan meleleh oleh hangatnya kotoran kerbau, dia dapat bernapas lega dan melihat kembali langit yang cerah. Si Burung Pipit berteriak kegirangan, bernyanyi keras sepuas puas-puasnya.
Mendengar ada suara burung bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri sumber suara, mengulurkan tangannya, mengais tubuh si burung dan kemudian menimang nimang, menjilati, mengelus dan membersihkan sisa-sisa salju yang masih menempel pada bulu si burung. Begitu bulunya bersih, si Burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah mendapatkan teman yang ramah dan baik hati.
Namun apa yang terjadi kemudian, seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si Burung, dan tamatlah riwayat si Burung Pipit ditelan oleh si Kucing.
(Sumber: Manajemen Qolbu)
MENUJU REORIENTASI PENYULUHAN PERTANIAN
I. PENDAHULUAN
Ketergantungan Indonesia yang tinggi terhadap produk pertanian impor, terutama pangan, membuat berbagai pihak menjadi panik. Salah satu stakeholder yang dianggap bertanggung jawab atas hal tersebut adalah para penyuluh pertanian. Aparatur lapangan ini dianggap telah gagal mendorong petani agar tetap bertahan menjalankan usaha tani dan terus meningkatkan produksi mereka untuk mencegah negeri ini terhindar dari krisis pangan. Lalu timbul ide pemerintah untuk menambah jumlah PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dalam jumlah besar, yang tentu agar intensitas penyuluhan pertanian dapat lebih ditingkatkan. Pertanyaannya, apakah masalah penyuluhan pertanian saat ini memang pada sisi kuantitas, dalam artian kurangnya intensitas penyuluhan ataukah pada sisi lain yaitu dari sisi kualitas karena materi dan metode penyuluhan pertanian yang digunakan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan para petani.
Komponen pemberdayaan petani yang sungguh-sungguh menjadi sangat mutlak, dalam konteks tersebut kegiatan Penyuluhan Pertanian diperlukan, yaitu sebagai suatu upaya strategis dan sistimatis yang pada hakekatnya adalah sistim pendidikan diluar sekolah (non-formal) bagi pembangunan perilaku petani dan keluarganya termasuk kelembagaannya agar mereka dapat memahami dan memiliki kemampuan dan kesempatan dalam mengelola usaha tani (pertanian sebagai usaha dan industri) dan mampu berswadaya sehingga dapat memberikan keuntungan dan memuaskan bagi kehidupannya.
Penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar utama pembangunan pertanian sudah barang tentu dihadapkan pada isu-isu strategis. Salah satu isu utama yang terkait dengan penyelenggaraan penyuluhan adalah isu tentang desentralisasi. Searah dengan semangat desentralisasi, kebijakan nasional yang tertuang dalam UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No 32 Tahun 2004 telah memberikan ruang gerak desentralisasi melalui kebijakan ”otonomi daerah”. Desentralisasi dipandang penting karena membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat sipil dalam memantau kebijakan pemerintah (Subejo et all, 2008)
Potret penyuluhan sebelumnya sangat diwarnai oleh misi pembangunan pertanian yang dicanangkan oleh pemerintah dengan sasaran utama usaha peningkatan produksi melalui intensifikasi dengan fokusnya pada target produksi yang cenderung dipaksakan dalam rangka mengamankan swasembada pangan sebagai agenda nasional pada waktu itu. Konsekwensi logis misi tersebut menjadikan penyuluhan pertanian lebih banyak bersifat “top-down dan farmer last “. Penyuluhan Pertanian menjadi paket instruksi dari pemerintah kepada para petani melalui para petugas khususnya penyuluh pertanian, oleh karena itu yang terjadi bukan pemberdayaan tetapi menjadikan petani semakin tidak berdaya karena faktanya petani diposisikan sebagai obyek pembangunan yang berimplikasi kepada rendahnya pendapatan usaha tani dan kesejahteraannya, bahkan lebih jauh telah mematikan dinamika internal petani sebagai modal utama upaya pemberdayaan. Hal ini diperparah dengan sikap dan perilaku sebagian besar petugas pertanian dengan berbagai proyeknya di semua lini yang cenderung melakukan kegiatan yang membuat para petani bersikap menunggu dan menciptakan ketergantungan. Dalam kesehariannya para petani lebih banyak menunggu anjuran, arahan dan bahkan instruksi yang dilakukan para petugas khususnya para penyuluh pertanian yang sehari hari berada dilapangan.
Paradigma lama penyuluhan pertanian seperti diatas adalah tidak kondusif lagi bagi strategi pembangunan pertanian berdimensi kerakyatan, oleh karena itu diperlukan Reorientasi Penyuluhan Pertanian yang minimal memiliki karakteristik: digerakan oleh petani, bertumpu pada kekuatan kerjasama antar petani, berwawasan agribisnis agroindustri, berwawasan lingkungan, dilayani dalam pengertian difasilitasi oleh penyuluh profesional.
Karakteristik penyuluhan pertanian masa depan yang sesungguhnya menuntut reformasi penyuluhan pertanian yang didalamnya memuat pergeseran paradigma seperti misalnya: pergeseran pendekatan dari farmer last - top down ke farmer firs - bottom up, pergeseran peran penyuluh pertanian dari peran mengajar dan membina menjadi konsultan pemandu, fasilitator dan mediator, pergeseran kedudukan petani dari penerima pesan dan pengguna teknologi menjadi mitra aktif dalam kegiatan penyuluhan, pengkajian teknologi maupun pengembangan jaringan teknologi dan usaha tani, pergeseran “transfer of technology” kearah “technology mastery”, pergeseran sumber pembiayaan yang selama ini banyak bersumber dari pemerintah (pusat dan daerah) menjadi tanggung jawab bersama antara petani, swasta dan pemerintah (cost sharing).
Rifai (2009), menyatakan bahwa paradigma penyuluhan pertanian dengan kembali membuka peluang terhadap berbagai kemungkinan pertumbuhan global diyakini akan mewarnai pembangunan pertanian berdimensi kerakyatan yang akan mengantarkan kepada kesejahteraan kehidupan petani dan masyarakat dan selanjutnya berdampak pada penguatan pembangunan nasional yang dinamis
II. MENINJAU PARADIGMA PEMBANGUNAN PERTANIAN
Pembangunan pertanian dalam sejarah perkembangannya telah menunjukkan pengaruh signifikan didalam meningkatkan produksi pertanian, khususnya padi, di era pemeritahan orde baru. Keberhasilan swasembada tersebut tidak terlepas dari kontribusi lahirnya revolusi hijau tahun 1970-an, disusul dengan dominasi pemerintah dalam menggalakkan program peningkatan produksi bahan pangan. Puncak keberhasilannya tercapai tahun 1984, saat Indonesia berhasil berswasembada beras. Setelah itu tidak ada suatu evaluasi apakah keadaan swasembada tersebut dapat dipertahankan. Kebijakan pemerintah saat itu secara jelas merekomendasikan penggunaan energi dari luar diantaranya menganjurkan pemakaian pupuk kimia dan pestisida yang diyakini sebagai jaminan keberhasilan produksi usaha tani tanpa memperhitungkan ada tidaknya hama sehingga istilah mencegah dan melindungi tanaman dipahami secara keliru. Pembangunan pertanian yang diterapkan diera orde baru cenderung sangat sentralistik dan terfokus hanya untuk memajukan produksi beras. Selain itu politik pertanian saat itu cenderung menganggap petani sebagai obyek pembangunan dan bersifat Top Down. Revolusi hijau telah berhasil pada produktivitasnya akan tetapi memiliki eksternalitas negatif, erosi tanah yang berat, punahnya keanekaragaman hayati, pencemaran air, bahaya residu bahan kimia dan hasil-hasil pertanian. Pemahaman tentang pembangunan bidang pertanian seharusnya dikembangkan atas dasar paradigma bahwa secara holistik pertanian merupakan suatu sistem sosial-kultural-teknis untuk menghasilkan dan memanfaatkan biomassa secara berkesinambungan dan berkelanjutan (Arifin, 2001).
Secara umum pertanian berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan (quality of life). Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan dengan meningkatkan pemgembangan sumberdaya manusia, memberdayakan petani, menjaga stabilitas lingkungan dan memfokuskan tujuan produktivitas untuk jangka panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu pendekatan pertanian bekelanjutan yang bersifat proaktif (pro-active), petani secara aktif mencari atau mengakses sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan pertanian yang mampu mendukung usaha tani yang dilakukan. Berdasarkan pengalaman (experiental), belajar dari pengalaman nyata baik dari petugas penyuluh maupun dari sistem pertanian berkelanjutan yang sudah berhasil. Partisipatif (participatory), yang menjadi dasar kemandirian petani dalam melakukan usaha tani. Kecenderungan pemaksaan dan penyeragaman didalam politik pembangunan pertanian pada masa yang lalu tidak dapat dipertahankan pada masa sekarang ini.
Salikin (2003), menyatakan bahwa salah satu dalam kebijakan pembangunan pertanian berkelanjutan adalah melalui pendekatan penyuluh. Perlu adanya perubahan reorientasi penyuluhan yang secara konsisten menerapkan praktek-praktek manajemen lingkungan yang terpadu dengan produksi pertanian.
Pentingnya keberadaan penyuluh pertanian lapangan (PPL) sejak tahun 1970-an sampai sekarang sudah tidak diragukan lagi. Penyuluh selalu menjadi garda terdepan tumpuan pemerintah untuk menyukseskan program-program di bidang pertanian (Hilmiati, 2009). Perlu dilihat kembali sejarah bagaimana pendekatan para penyuluh dalam program-program pembangunan pertanian selama ini serta hasil/dampak dari program tersebut. Peninjauan kembali ini adalah sebagai upaya untuk mencari format pendekatan komunikasi penyuluh di masa yang akan datang sehingga dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi petani.
Penyuluhan Pertanian Era BIMAS
Sejak zaman program BIMAS (Bimbingan Massal) pada tahun 1970-an hingga program P2BN (Program Peningkatan Beras Nasional) di tahun 2000-an, penyuluh adalah tulang punggung harapan pemerintah sebagai eksekutor lapangan.
Pada zaman BIMAS yang merupakan implementasi dari the Green Revolution di Indonesia yang bertujuan untuk mendongkrak produksi beras ditengah cekaman paceklik, penyuluh dengan berbagai cara mengupayakan agar petani mau melaksanakan paket program berupa benih padi baru, kredit untuk operasional dan paket penyuluhan. Pendekatan yang digunakan adalah model “training and visit” dimana penyuluh melatih petani kontak yang mana petani kontak tersebut diharapkan mampu mengajak petani yang lain untuk menerapkan paket teknologi. Dengan sistem top-down, komando dari pusat untuk peningkatan produksi beras harus dilaksanakan disemua wilayah menggunakan satu paket program tanpa memperdulikan perbedaan biofisik lahan dan kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat setempat, dan sebagainya.
Pendekatan penyuluh pada masa BIMAS menganut pola transfer of technology. Pola ini berasumsi bahwa teknologi hanya bisa dihasilkan oleh para ilmuwan di pusat-pusat penelitian dengan peralatan canggih. Petani dianggap bodoh, tidak rasional dan tidak berfikiran maju sehingga perlu dibimbing dan diajari oleh penyuluh. Untuk meningkatkan produksi pertanian mereka, hasil-hasil penelitian dari laboraturium perlu ditransferkan ke petani melalui penyuluh.
Pada konteks bio-fisik pertanian, program top-down BIMAS memberikan pelajaran yang mestinya kita jadikan acuan dimasa ini. Program BIMAS yang hanya menekankan pada peningkatkan produksi padi tidak disertai dengan peningkatan kapasitas analisa petani dalam penggunaan pupuk dan pestisida. Akibatnya terjadi penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, mengakibatkan pencemaran air, lingkungan dan perusakan keseimbangan hara tanah. Dari pengalaman itu, membuktikan bahwa program standar dengan pola top down tidak akan bisa efektif diterapkan untuk semua lapisan petani. Masing-masing petani memiliki kondisi sosial, ekonomi, budaya, sistem pertanian dan permasalahan yang berbeda-beda yang tidak akan mungkin diselesaikan oleh satu paket program standar.
Pola penyuluh sebagai “sumber informasi untuk memecahkan masalah petani” sudah terbukti tidak efektif membawa perbaikan kesejahteraan petani. Sudah saatnya penyuluh merubah paradigma penyuluhan itu sendiri. Penyuluh mestinya tidak lagi melihat dirinya sebagai “suluh” yang menerangi petani yang dianggap berada dalam kegelapan ilmu pengetahuan. Peran penyuluh yang lebih penting adalah sebagai fasilitator yang mampu membangkitakan dan memunculkan kemampuan dan kepercayaan diri petani untuk menganalisa pilihan-pilihan yang ada serta konsekuensi dari setiap pilihan itu serta menumbuhkan rasa percaya diri petani untuk memecahkan persoalan mereka sendiri. Sehingga bila kelak persoalan lain muncul, petani akan mampu berfikir dan memecahkan masalahnya. Kondisi, situsi dan permasalahan petani selalu berubah setiap saat. Namun bila penyuluh sebagai fasilitator telah mampu menumbuhkan kemampuan petani untuk beradapatasi dengan perubahan, maka akan ada adaptasi-adaptasi dan inovasi yang terus menerus oleh petani menuju sesuatu yang lebih baik bagi kehidupan mereka.
Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian
Jika dibandingkan antara permasalahan yang dihadapi petani dahulu dengan masa sekarang tentu sangat berbeda. Kalau dahulu petani terbentur dengan keterbatasan informasi teknologi, sekarang keadaannya berbeda dimana informasi dapat diakses secara lebih mudah seperti melalui televisi, media cetak bahkan telepon seluler.
Permasalahan yang dihadapi petani sekarang tentunya sangat diwarnai oleh minimnya intervensi pemerintah pada sub sistem hulu (penyediaan sarana produksi) dan sub sistem hilir (pengolahan hasil dan pemasaran).
Dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 paradigma pembangunan pertanian telah bergeser dari pendekatan sentralistik menjadi desentralistik, dan dari pendekatan produksi menjadi pendekatan agribisnis (Makmun, 2006). Penyelenggaraan penyuluhan pertanian sepenuhnya diserahkan ke kabupaten/kota, pemerintah pusat hanya bertugas merumuskan model-model penyuluhan partisipatif. Pada era ini, pendekatan penyuluhan pertanian bergeser dari pendekatan dipaksa menjadi pendekatan partisipatif.
Menurut Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menyebutkan fungsi sistem penyuluhan meliputi:
Memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha
Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya
Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha
Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan
Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha
Menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan
Melembagakan nilai -nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
Lebih lanjut Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan hutan dan lingkungan hidup sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
III. REORIENTASI PENYULUHAN PERTANIAN
Peningkatan produktivitas pertanian tidak lagi menjadi jaminan akan memberikan keuntungan layak bagi petani tanpa adanya kesetaraan pendapatan antara petani yang bergerak di sub sistem on farm dengan pelaku agribisnis di sub sektor hulu dan hilir. Kesetaraan pendapatan hanya dapat dicapai dengan peningkatan posisi tawar (bargaining power) petani. Ini hanya dapat dilakukan jika petani tidak berjalan sendiri-sendiri tetapi menghimpun kekuatan dalam suatu lembaga yang betul-betul mampu menyalur aspirasi mereka. Diharapkan petani tidak lagi dicekoki dengan berbagai informasi teknologi yang mungkin tidak mereka butuhkan tetapi lebih didorong untuk merumuskan permasalahan dan memecahkan permasalahan tersebut secara bersama dalam suatu lembaga yang partisipatif. Dengan demikian orientasi penyuluhan pertanian sudah seharusnya diubah dari penyediaan teknologi ke pengembangan kelembagaan petani (Manurung, 2009)
Selanjutnya dirumuskan kebijakan penyuluhan pertanian agar dapat menyelenggarakan penyuluhan pertanian yang sesuai dengan arah pengembangan penyuluhan pertanian (Anonim, 2003):
Penyuluhan pertanian adalah salah satu sub sistem dari sistem pemberdayaan petani yang bekerjasama dengan sub sistem yang lain secara sinergi membangun sistem dan usaha agribisnis
Penanggungjawab penyuluhan pertanian secara nasional adalah menteri pertanian, di Provinsi adalah gubernur, sedangkan di Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi mempunyai fungsi memfasilitasi pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan penyuluhan pertanian
Penyelenggara penyuluhan pertanian adalah Pemerintah, Petani, Swasta
Pembiayaan untuk penyelenggara penyuluhan pertanian bersumber dari anggaran pemerintah, swasta dan petani. Penyuluhan pertanian diselenggarakan berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku.
Penyuluhan pertanian diharapkan dapat mendorong dan memberikan peluang kepada petani untuk terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program-program pembangunan. Disamping itu, strategi pelayanan penyuluhan pertanian harus disesuaikan dengan keadaan kelembagaan setempat sesuai dengan budaya, peraturan sosial serta keadaan agro-ekosistem setempat. Konsepsi dan metodologi partisipasi, penguatan dan pemberdayaan masyarakat, kemitraan dan desentralisasi merupakan upaya bersama untuk perbaikan penyuluhan pertanian.
Peran penyuluh pertanian
Kedepan, peran penyuluh pertanian lebih menekankan pada pemberdayaan masyarakat, petani dan keluarganya, fasilitator dalam pengembangan informasi/inovasi, organisasi petani, dan sebagai tempat konsultasi searah dengan hal tersebut Van den Ban dan Sulaiman (2000) dalam Hariadi (2006) menggambarkan kompetensi dan peran penyuluh sebagai berikut:
Gambar 1. Kompetensi dan peran penyuluhan
Model ataupun cara lama didalam proses penyuluhan pertanian yang banyak dilakukan sebelum otonomi daerah perlu diperbaiki ataupun disempurnakan, sehingga dapat tercapai tujuan pemberdayaan petani. Searah dengan otonomi daerah yang menekankan desentralisasi, peran penyuluh yang menekankan pemberdayaan petani dan keluarganya, maka perlu penyempurnaan beberapa unsur penyuluhan pertanian.
Inti dari kegiatan penyuluhan adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengem-bangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan. Dalam konsep pemberdayaan tersebut, terkandung pemahaman bahwa pemberdayaan tersebut diarahkan terwujudnya masyarakat madani (yang beradab) dan mandiri dalam pengertian dapat mengambil keputusan (yang terbaik) bagi kesejahteraannya sendiri. Pemberdayaan masyarakat, dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan (capacity strenghtening) masyarakat, agar mereka dapat berpartisipasi secara aktif dalam keseluruahn proses pembangunan, terutama pembangunan yang ditawarkan oleh penguasa dan atau pihak luar yang lain (penyuluh, LSM, dan sebagainya)
Selanjutnya Arifin (2009) menggambarkan peran-peran lain dari penyuluh diantaranya sebagai berikut:
1. Peran pemberdayaan.
Peran pemberdayaan terhadap petani sasaran merupakan pendekatan baru dari penyuluhan. Penyuluh perlu mengembangkan landasan filosofis yang baru dimana peran mereka adalah untuk membantu petani dan penduduk lain mengorganisir dirinya dan mengambil tanggungjawab terhadap pertumbuhan dan pengembangannya. Makna pemberdayaan berarti menjadikan mereka mampu agar mereka mempunyai inisiatif. Bagi para penyuluh di pedesaan, memberdayakan adalah tindakan membantu komunitas untuk membentuk, mengembangkan, dan meningkatkan daya dan kemampuannya melalui kerjasama, berbagi dan bekerja bersama.
2. Peran pengorganisasian komunitas.
Tenaga penyuluh di pedesaan harus belajar prinsip-prinsip pengorganisasian komunitas dan keterampilan manajemen kelompok supaya bisa membantu komunitas terutama golongan miskin untuk mengorganisasikan dirinya dalam pembangunan. Pemahaman tentang struktur, norma-norma, aturan dan peran dalam kelompok akan membantu pemimpin kelompok untuk merencanakan, menerapkan dan memonitor program-program.
3. Peran pengembangan sumber daya manusia.
Pendekatan pengembangan sumber daya manusia akan memberdayakan masyarakat sasaran dan memberikan makna bagi mereka
4. Peran pemecahan masalah dan pendidikan.
Pemecahan masalah adalah peran yang penting, namun peran ini sedang berubah dari menyediakan pemecahan masalah teknis menjadi peran untuk memberdayakan organisasi petani dalam memecahkan permasalahan mereka sendiri. Hal ini bisa dicapai dengan membantu mereka untuk mengenali permasalahan dan menemukan jawaban yang tepat dengan melakukan kombinasi antara pengetahuan lokal dengan teknologi yang ada dengan memanfaatkan sumber daya mereka secara tepat.
Penyuluh pertanian berorientasi kebutuhan petani
Penyuluhan pertanian telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia dengan berbagai pendekatan, metode dan teknik. Semua pendekatan, metode dan teknik tersebut pada dasarnya sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan petani.
Penyuluhan pertanian menurut Van den Ban dan Hawkins (1988) dalam Ibrahim et all (2003) berfungsi membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan kedepan, membantu menyadarkan petani terhadap kemungkinan timbulnya masalah, meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani, membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai alternatif tindakan, membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal. Meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya dan membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan dalam membentuk pendapat dan pengambilan keputusan yang tepat
Orientasi kepada petani dalam penyuluhan pertanian dengan istilah farmer-first sangatlah disarankan. Karena tujuan utama dari konsep penyuluhan adalah pemberdayaan petani. Analisis mengenai kebutuhan dan prioritasnya dilakukan oleh petani yang difasilitasi oleh penyuluh. Penyuluh berperan sebagai fasilitator sedangkan peneliti menyediakan berbagai pilihan yang dapat dilakukan oleh petani. Agenda penelitian dan program penyuluhan didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan petani (farmer needs).
IV. PENUTUP
Penyuluhan pertanian merupakan upaya strategis dalam pengembangan sumberdaya manusia pertanian, terutama petani, yang harus terus menerus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan akibat adanya perubahan lingkungan. Petani diberdayakan dan tidak lagi dianggap sebagai obyek pembangunan.
Memperhatikan kondisi lingkungan yang selalu berubah, diperlukan usaha khusus pemberdayaan petani yang antara lain dilakukan melalui pembangunan sistem penyuluhan pertanian yang mampu membantu para petani, baik dalam penerapan teknologi/inovasi agribisnis guna menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar dan produksi secara efisien, maupun dalam mengembangkan diri untuk menjadi manajer usahatani yang handal dan mengembangkan organisasi petani menjadi bagian penting dari sistem usaha mereka. Penyuluhan pertanian sebagai bagian dari sistem pembangunan pertanian mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan pertanian.
Menghadapi perubahan lingkungan strategis dan tantangan yang lebih besar dimasa mendatang, perlu dilakukan reorientasi penyuluhan pertanian karena paradigma lama penyuluhan pertanian tidak bisa diterapkan lagi. Penyelenggara penyuluh pertanian bersama petani, masyarakat pertanian dan pelaku agribisnis, sudah saatnya mereposisi diri bersama-sama menata kembali sistem penyuluhan pertanian sesuai dengan perubahan dan tantangan tersebut. Upaya ini pada dasarnya merupakan upaya pengembangan penyuluhan pertanian yang dilakukan untuk mendudukkan, memerankan, dan memfungsikan serta menata kembali penyuluhan agar dapat diselenggarakan lebih produktif, efektif dan efisien.
Kedepan penyuluhan pertanian harus efektif dan efisien dengan melibatkan lebih banyak peran petani dan pelaku usaha pertanian lainnya. Model-model paradigma lama tidak bisa diterapkan lagi. Metode penyuluhan harus bersifat partisipatif. Materi penyuluhan mestinya mengacu pada pembangunan pertanian yang berwawasan pertanian berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan petani. Penyuluhan diharapkan mampu mewujudkan pembangunan pertanian yang tangguh, produktif, efisien, berdaya saing, dan berkerakyatan
Daftar Pustaka
Anonim, 2003. Program Nasional Pengembangan Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Jakarta.
Arifin, Bustanul., 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Arifin, Zufar, 2009. Tantangan Penyuluhan dan Keberhasilan Pembangunan Pertanian. Diakses 6 Juli 2009.
Hariadi, Sunarru Samsi., 2006. Revitalisasi Kelembagaan Penyuluhan Pertanian dalam Revitalisasi Kebijakan, SubSektor, Kelembagaan dan Pendidikan Tingg Pertaniani. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Hilmiati, Nurul., 2009. Pendekatan Penyuluhan Pertanian
Menuju Komunikasi Partisipatif. Diakses 6 Juli 2009.
Ibrahim, et all, 2003. Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian. Bayu Media Publishing dan UMM Press. Malang.
Makmun, Mukti., 2006. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian, Dalam Revitalisasi Kebijakan, Subsektor, Kelembagaan dan Pendidikan Tinggi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Manurung, Hotman., 2009. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Bahan Kuliah. Diakses 6 Juli 2009.
Rifa’i, Maman Ahmad., 2005. Reorientasi Penyuluhan Pertanian Prasyarat Pertanian Kerakyatan. Dinas Pertanian Propinsi DIY. Diakses 6 Juli 2009.
Salikin, A. Karyawan., 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta.
Subejo, dkk, . Isu dan kecenderungan global serta perkembangan sistem pengajaran penyuluhan pertanian. Diakses 6 juli 2009.
Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
SUGENG RAWUH...